Seperti sebuah capung yang
diterjang hujan lebat, aku lemah. Sayapku tak begitu kuat melawan air hujan
yang datangnya keroyokan itu. Lalu capung betina lain menghampiriku, "Ayo
kita menepi, kamu masih ingin tetap hidup bukan?".
Mungkin bagi manusia hujan
ini tidak begitu menyakitkan jika menghujani tubuhnya. Tapi aku terlalu lemah,
sehingga aku harus benar-benar menepi. Aku kemudian mengikuti capung yang tadi
menghampiriku. Kami berdua menepi dibawah daun Tectona Grandis. Disana aku
bertemu ulat yang sedang tertidur dibawah daun, sepertinya dia tidak
menghiraukan dinginnya temperatur angin. Aku bersandar pada daun satunya.
Melepas lelahku.
“Hih!” Sayapku jadi rusak
terkena hujan tadi. Aku sebal kenapa hujan datangnya begitu tiba-tiba dan pergi
tanpa permisi seenaknya. "Jangan begitu, kalau tidak ada hujan, bukankah
kamu tidak akan pernah melihat indahnya pelangi?" sahut capung teman
baruku tadi. Aku baru paham. Sebenci apapun kamu terhadap sesuatu jangan pernah
membencinya seumur hidup, karena pasti ada keindahan yang lain yang akan kau
temukan. Hujan kemudian berangsur reda, wow "Pelangi" pekikku. Sang
ulat sampai terbangun mendengar suaraku. Dan kemudian akupun kembali terbang
hati-hati sambil tersenyum pada pelangi :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar